Saat dikonfirmasi lewat via whatsaap Kabid Tata Ruang Bayu Hadiyanto menjelaskan hal tersebut," Setiap perubahan peruntukan Hak Atas Tanah di Kabupaten Banyuwangi, karena RDTR kita Belum ada yang terintegrasi OSS. Maka harus mendapatkan BAP Penilaian melalui Rapat Forum Penataan Ruang Daerah (FPRD).
Kalau lokasi ini terbitnya BAP penilaian FPRD sebelum adanya SK LSD dari Kementerian.
Sehingga sekarang langkah Forum, lagi berkirim surat kepada kementerian ATR tentang langkah perijinan lanjutannya.
Perijinan akhir adalah persetujuan Bangunan Gedung (PBG), untuk sekarang karena ada SK LSD maka PKKPR yang sudah terlajur terbit sebelum SK LSD masih kita mintakan persetujuan untuk ijin lanjutannya," Paparnya, Jum'at 5/5/2023.
Di sisilain ketua LSM Formasi H. Didik, juga menegaskan untuk regulasi pembangunan adalah pematangan lahan, yaitu, tahapan pekerjaan awal, kemudian persiapan lahan seperti, urug, cut and fill.
"Kami tidak akan menghalangi Investasi masuk ke Banyuwangi dalam bentuk apapun justru kami welcome, akan tetapi mereka harus mematuhi prosedur yang ada, jangan se enaknya sendiri.
Dan kami tidak ada kepentingan yang lain, kami hanya ingin menjaga dan membersihkan, Kabupaten Banyuwangi dari para oknum-oknum nakal yang selama ini tidak tersentuh,” tegasnya.
Padahal sangat jelas Pasal 44 Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan secara tegas mengatur lahan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan pertanian pangan berkelanjutan harus dilindungi dan haram dialihfungsikan.
Kalaupun mau dilakukan, alih fungsi lahan pertanian pun hanya dapat dilakukan dengan beberapa syarat. Antara lain, kajian kelayakan strategis, rencana alih fungsi lahan, dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik, dan disediakan lahan pengganti terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan yang dialihfungsikan.
Dalam Pasal 73 beleid sama pun tertulis, pejabat yang melanggar aturan alih fungsi lahan pertanian dapat dipenjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun atau denda Rp1 miliar sampai Rp5 miliar, imbuhnya.
Masih kata H. Didik, apalagi mereka yang bekerja dilokasi pengurukan lahan tidak mematuhi prosedur dan tidak memahami fasilitas pemerintah," kenapa saya katakan demikian karena saluran irigasi yang berada dilokasi tersebut jelas-jelas dirusak, padahal sangat jelas itu fasilitas pemerintah kok se enaknya saja mereka merusaknya," tegasnya. (Ugeng)