Urip menilai pengamanan yang dilakukan oleh pihak kepolisian pada saat demonstrasi di Gedung DPRD Indramayu sudah berlebihan melampaui standar pengamanan demo yang telah ditentukan oleh Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Perkap) Nomor 16 tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa dan Perkap Nomor 9 tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
“Beberapa pengunjuk rasa mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari pihak kepolisian Polres Indramayu, bahkan ada yang sampai mendapatkan pukulan dan tendangan dari pihak kepolisian. Kami mengecam tindakan non humanis tersebut,” ungkap Urip pada Kamis 27 April 2023.
Urip mengatakan tindakan tersebut jauh dari kata Presisi yang menjadi slogan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Kami akan mengusut tuntas pelanggaran HAM ini, sungguh miris mereka yang kita gaji tapi melakukan hal yang semena-mena,” geramnya.
Urip berencana akan melaporkan tindakan tersebut ke Propam Polda Jabar, Mabes Polri, Kompolnas dan lembaga Kontras perlindungan korban kekerasan.
“Indonesia adalah negara demokrasi, maka sah bagi kami melakukan demonstrasi. Pak Kapolri lihatlah kami di sini yang sedang menyampaikan aspirasi kepada wakil rakyat, malah mendapatkan tindak kekerasan dari anggota Polres Indramayu yang sedang melakukan pengamanan. Kami akan melaporkan juga kejadian ini ke lembaga terkait agar dapat ditindak lanjuti,” tandas Urip.
Akhir kata Urip mengungkapkan bahwa sudah beberapa kali massa FPI melakukan demo dan banyak mengapresiasi pihak kepolisian yang telah mengamankan jalannya demonstrasi. Namun saat ini dinilai kinerja Polres Indramayu sangatlah buruk dari pengamanan demo-demo yang sebelumnya.
Hal yang senada juga dikatakan oleh Yayan Arfiansyah peserta Demo dari Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara (Bemnus) Indramayu, dirinya mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari pihak Kepolisian Polres Indramayu saat melakukan pengamanan demo di Gedung DPRD pada 27 April kemarin.
Yayan menjelaskan, kala itu ketika demo sedang chaos dirinya hendak menyelamatkan rekan-rekannya, namun seketika itu juga Yayan ditarik oleh pihak kepolisian lalu diamankan sambil ditendang hingga terjatuh terlentang (27/4/2023).
“Saya kesakitan, karena dada saya diinjak,” ungkapnya.
Akhir kata Yayan berpesan kepada pihak kepolisian untuk berlaku humanis saat menghadapi chaos. “Kita demonstran tidak ada yang chaos sampai membabi buta seperti pihak kepolisian yang berlaku represif kepada demonstran,” tutupnya.
Sementara itu Kapolres Indramayu AKBP M. Fahri Siregar menyampaikan bahwa aksi Unras pada 27 April 2023 berlangsung secara tertib dan kondusif, akan tetapi saat itu pihak kepolisian sempat mengamankan beberapa demonstran yang mencoba merusak pagar dan menerobos masuk.
“Pada saat kejadian, kami mengamankan beberapa orang yang diduga akan merusak dan menerobos secara paksa pagar ini, dan kami lakukan interogasi serta meminta klarifikasi saja,” kata Fahri kepada Kagetnews.
Sebelumnya pihak Kepolisian sudah mewanti-wanti kepada para pengunjuk rasa untuk tidak merusak pagar dan menerobos masuk ke Gedung DPRD Indramayu, akan tetapi saat itu demo terjadi kericuhan yang mengakibatkan saling mendorong antara kepolisian dan aksi massa, sehingga dilakukan tindakan pengamanan oleh pihak kepolisian.
Kapolres Indramayu menyangkal, bahwasanya tidak terjadi kekerasan apapun saat pengamanan demonstran. “Hanya sebatas dorong-dorongan dengan massa aksi yang akan menerobos gerbang,” kata Fahri.
“Karena tidak boleh pagar ini dirusak, fasilitas ini harus dijaga karena selain pengamanan dan ketertiban kami juga menjaga itu,” tutup Kapolres Indramayu.
Dikutip dari pemberitaan Kompas.tv dari artikel yang berjudul “Catat! Ini SOP hingga Hal yang Dilarang Dilakukan Polisi saat Tangani Demonstran”
Pihak kepolisian memiliki aturan khusus yang mengatur hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 9 Tahun 2008 (Perkapolri 9/2008) tentang Tata Cara Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
Serta, Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa (Protap Dalmas).
Berikut ini Kompas TV merangkum SOP kepolisian dalam menangani para demonstran:
1. Melindungi Hak Asasi Manusia
Berdasarkan Pasal 13 Perkapolri 9/2008, berikut ini yang perlu menjadi dasar penanganan massa aksi bagi aparat keamanan:
a. melindungi hak asasi manusia;
b. menghargai asas legalitas;
c. menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan
d. menyelenggarakan pengamanan.
Hal tersebut tentu mengacu pada diperbolehkannya menggelar demonstrasi atau unjuk rasa sebagaimana dijamin dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (UU 9/1998).
2. Penindakan tegas massa aksi yang anarkis dapat dilakukan dengan menangkap dan diperlakukan secara manusiawi
Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 23 ayat [1] Perkapolri 9/2008, sebagai berikut:
a. terhadap peserta yang taat hukum harus tetap di berikan perlindungan hukum;
b. terhadap pelaku pelanggar hukum harus dilakukan tindakan tegas dan proporsional;
c. terhadap pelaku yang anarkis dilakukan tindakan tegas dan diupayakan menangkap pelaku dan berupaya menghentikan tindakan anarkis dimaksud.
Kendati demikian, pelaku pelanggaran yang telah ditangkap harus diperlakukan secara manusiawi (tidak boleh dianiaya, diseret, dilecehkan, dan sebagainya).
3. Pemukulan massa aksi adalah bentuk pelanggaran, meski dengan dalih keadaan darurat dan terpaksa
Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 24 Perkapolri 9/2008 bahwa dalam menerapkan upaya paksa harus dihindari terjadinya hal-hal yang kontra produktif, misalnya:
a. tindakan aparat yang spontanitas dan emosional, misalnya mengejar pelaku, membalas melempar pelaku, menangkap dengan kasar dengan menganiaya atau memukul;
b. keluar dari ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perorangan;
c. tidak patuh dan taat kepada perintah kepala satuan lapangan yang bertanggung jawab sesuai tingkatannya;
d. tindakan aparat yang melampaui kewenangannya;
e. tindakan aparat yang melakukan kekerasan, penganiayaan, pelecehan, melanggar HAM;
f. melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undangan;
Selain itu, pemukulan sebagai sebuah pelanggaran juga tercantum dalam Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa (Protap Dalmas).
Di dalam Protap itu tidak mengenal adanya kondisi khusus yang bisa dijadikan dasar aparat polisi melakukan tindakan represif.
Dalam kondisi apapun, Protap justru menegaskan bahwa anggota satuan dalmas dilarang bersikap arogan dan terpancing perilaku massa.
Protap juga melarang anggota satuan dalmas melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur.
Bahkan hal rinci, seperti mengucapkan kata-kata kotor, pelecehan seksual, atau memaki-maki pengunjuk rasa pun dilarang.
Hal-hal yang dilarang dilakukan satuan dalmas berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Protap Dalmas:
Bersikap arogan dan terpancing oleh perilaku massa.
Melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur.
Membawa peralatan di luar peralatan dalmas.
Membawa senjata tajam dan peluru tajam.
Keluar dari ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perseorangan.
Mundur membelakangi massa pengunjuk rasa.
Mengucapkan kata-kata kotor, pelecehan seksual/perbuatan asusila, memaki-maki pengunjuk rasa.
Melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undangan.
Sehingga, dengan alasan apapun, aparat yang bertugas mengamankan jalannya demonstrasi tidak memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan kekerasan kepada demonstran. (Tim)