Kysanews.com | Minsel - Pemerintah Desa (pemdes) Wakan Kecamatan Amurang Barat, Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara diduga ada indikasi untuk menyalahgunakan wewenang terkait pencairan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Tahun Anggaran (TA) 2021.
Hukum Tua (kumtua) setempat LR (Lexi) diduga mencoba melakukan upaya penyalahgunaan wewenang yang dapat berujung pada penyalahgunaan anggaran Dana Desa.
Pasalnya, dari hasil penelusuran wartawan didapati ada upaya dari oknum kumtua yang diduga ingin memanipulasi anggaran Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD) Tahun Anggaran (TA) 2021.
Ini terungkap dari hasil wawancara dengan warga yang menuturkan bahwa orang suruhan kumtua LR berkali-kali mendatangi ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Wakan untuk meminta menandatangani berkas untuk pencairan dana BLT.
Diduga, kumtua Lexi beberapa kali mengutus seseorang untuk meminta kepada BPD untuk menandatangani pencairan anggaran BLT untuk 57 Keluarga Penerima Manfaat (KPM), sedangkan hasil musyawarah bersama BPD memutuskan hanya 12 KPM. Sontak saja ketua BPD Desa Wakan menolak permintaan kumtua LR.
“Jadi 57 orang itu Musdes Februari, Juni disepakati menjadi 12 orang, itu yang dibayarkan kemarin terhitung 12 orang, jadi BPD kan musti tanda tangan cair kedua, kemarin dia (kumtua) mau minta tanda tangan ke BPD, ditolak, untuk pencairan kedua di situ tertera 57, BPD tolak,” ungkap tokoh masyarakat Desa Wakan (FA) kepada wartawan, beberapa waktu lalu.
Wartawan kemudian mencoba mendatangi ketua BPD Desa Wakan Kecamatan Amurang Barat FR (Fredy).
LI-TIPIKOR Minsel ketika menjalankan tugas pengawasan di Desa Wakan
Kepada wartawan ketua BPD membenarkan hal tersebut, “Sama saya 3 kali dan Sek BPD 1 kali, hal itu bagi kami aneh, jadi timbul kecurigaan,” ungkap ketua BPD pada suatu kesempatan di kediamannya.
Hal tersebut rupanya membuat BPD tidak nyaman dan bertanya-tanya. Sebab yang BPD ketahui setelah Musyawarah Desa Khusus (Musdesus) di bulan Juni telah memutuskan 12 KPM.
“Memang kalau mau memutuskan sesuatu apalagi BLT kami selalu Musdesus, nah tanggal 26 Februari kami ada Musdesus, terus keputusan 57, sebenarnya tahun lalu 2020 ada 106, 3 meninggal tinggal 103,” katanya.
“Keluar peraturan PMK, terpaksa Musdesus lagi, karena musti cek berdasarkan kriteria terakhir, kriteria PMK itu, dirubah lagi berdasarkan itu, ketika kami cek yang 57 ini, tersisa 12, 22 Juni kami Musdes terakhir,” ujar ketua BPD.
Yang terjadi dari kumtua justru diduga meminta BPD untuk menandatangani 57 KPM, lebih parah lagi diduga ada laporan ke Bupati bahwa KPM BLT di Desa Wakan Amurang Barat ada 57 sedangkan telah diputuskan 12 KPM.
“Mereka yang dari kumtua, perangkat desanya, datang ke saya ‘tolong approve akang yang 57’, rupanya laporan ke Bupati 57,” bebernya.
Diketahui, pembayaran BLT sudah dilakukan dan diberikan kepada 12 KPM dan sudah sampai tahap bulan Agustus.
“Jadi pembayaran pertama kalau tidak salah Agustus, saya tidak hafal, kami pun pembayaran tidak dilibatkan, dari Januari punya, kalau tidak salah 4 bulan pertama, cuma sampai April karena bertahap, bayar di Agustus, setelah itu pembayaran, bertahap, terakhir kemarin lagi baru bayar,” ungkap ketua BPD.
LI-TIPIKOR bersama wartawan melakukan tugas pengawasan di Desa Wakan
Hal tersebut membuat BPD dan warga bertanya-tanya. Sehingga akhirnya beberapa warga mengkaitkan dengan Tuntutan Ganti Rugi (TGR) tahun 2020 yang harus dilunasi oleh Hukum Tua LR.
“Masyarakat menduga begini, mereka bilang ke saya ‘eh jangan-jangan hubungannya dengan TGR….. masyarakat yang menduga seperti itu, saya bilang kenapa berhubungan dengan TGR, karena TGR KPA bersangkutan yang punya uang, tidak boleh ambil dari itu, dan terlalu bodoh nih kumtua jika seperti itu,” tutur ketua BPD kepada wartawan.
Warga menduga ini terjadi karena oknum Kumtua terlalu bergantung kepada Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) dan pendamping desa. Diduga ada sesuatu di baliknya yang patut diseriusi APIP. (Stevens)