METRO - Hati nurani Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas 1B Kota Metro masih bisa dirasakan masyarakat kecil yang membutuhkan rasa keadilan ketika berhadapan dengan hukum. Hal ini dibuktikan dari sidang vonis terdakwa Dahlia Yohanofi yang dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan hukum pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan, dalam kasus dugaan tindak pidana penggelapan yang dilaporkan oleh saksi korban Eva Maria, S.Pd.
Dahlia divonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas IB Kota Metro bebas. Ibu rumah tangga berusia 40 tahun ini dinyatakan terbukti melakukan perbuatan dalam hal tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar hutang kepada saksi korban selaku debitur. Akan tetapi, hal tersebut dinilai hakim bukan sebagai tindak pidana.
"Saudari Dahlia Yohanovi, dibebaskan dari segala tuntutan, dibebaskan dari tahanan kota, dan dipulihkan hak terdakwa dalam kedudukan, harkat dan martabatnya. Selanjutnya, biaya perkara dibebankan kepada negara," tegas majelis hakim yang diketuai Arista Budi Setiawan, S.H, M.H, Kamis (04/02/2021).
Apa yang dilakukan Dahlia Yohanofi, menurut majelis hakim, dinyatakan perbuatannya ada, tetapi bukan tindak pidana, karena ketidakmampuannya sebagai debitur untuk membayar hutang kepada saksi korban Eva Maria, S.Pd selaku kreditur.
"Majelis hakim berpandangan, dakwaan kepada saudari Dahlia Yohanofi telah melakukan perbuatan yang diatur dan diancam dengan Pasal 372 KUHPidana, dinyatakan tidak relevan, sehingga terdakwa Dahlia Yohanofi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum," lanjutnya.
Selanjutnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Metro mengabulkan nota pembelaan (Pledoi) yang diajukan Tim Penasehat Hukum terdakwa Dahlia Yohanofi dari Kantor Hukum Lembaga Advokasi Siwo Migo yang dikoordinatori oleh Dede Setiawan, S.H, dan Bambang Irawan, S.H.
Dimana dalam pledoi tersebut Penasehat Hukum memohon kepada Majelis Hakim untuk membebaskan terdakwa dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum tersebut.
"Berdasarkan pertimbangan majelis hakim, menyatakan Dahlia Yohanofi terbukti meminjam uang sebesar Rp 70 juta kepada saksi korban Eva Maria, S.Pd, meski saudara Eva Maria membantah dan menyatakan bahwa Dahlia Yohanofi tidak pernah membayar hutang kepada saksi korban," ungkap Dede Setiawan, S.H.
Meski demikian, imbuhnya, majelis hakim yang terdiri dari Mohammad Iqbal, S.H, Andri Lesmana S.H, M.H, dan Arista Budi Setiawan, S.H, M.H, menyatakan terdakwa telah membayar hutangnya kepada saksi korban Eva Maria, sebesar Rp26.100.000.
"Majelis hakim berpandangan bahwa ketidakmampuan saudari Dahlia untuk membayar hutang kepada saksi korban, merupakan perbuatan wanprestasi. Saksi korban yang merasa dirugikan karena perbuatan terdakwa tidak membayar hutang, terbanding terbalik dengan prasangka saksi korban dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Yang mana pada amar putusan Pengadilan Negeri Kelas IB Kota Metro, menyatakan terdakwa dibebaskan dari tuntutan dibebaskan dari tahanan kota, memulihkan hak terdakwa dalam kedudukan, harkat dan martabatnya serta biaya perkara dibebankan kepada negara," kata dia.
Atas putusan majelis hakim tersebut, kuasa hukum terdakwa Dede Setiawan, S.H, didampingi Bambang Irawan, S.H, mengaku sangat mengapresiasi.
"Kami mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada Yang Mulia Majelis Hakim dan mengapresiasi keputusan Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Metro Kelas IB, dalam mempertimbangkan fakta-fakta persidangan. Dimana pada saat sidang pembuktian dengan agenda keterangan Ahli Pidana, sempat terjadi perdebatan antara kami tim kuasa hukum terdakwa, dengan Ahli Pidana yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum. Ketika itu, Ahli menyatakan perbuatan terdakwa memiliki ketidakmampuan untuk membayar hutang sebelum Ante Factum membuat perjanjian hutang piutang dengan saksi korban. Namun kami membantahnya, bahwa pada fakta persidangan dibuktikan terdakwa memiliki kemampuan untuk membayar hutang kepada saksi korban “sebelum” Ante Factum dibuatnya perjanjian. Sebab terdakwa ini memiliki usaha rental mobil loh. Dan uang yang dipinjam dari saksi korban digunakan untuk usaha kredit emas dan jual beli online (tas dan jilbab, Red). Akan tetapi dalam perjalanan usahanya, terdakwa mengalami kegagalan dan bangkrut. Oleh karenanya perbuatan terdakwa adalah ketidakmampuannya dalam memenuhi kewajiban selaku debitur setelah Post Factum adanya perjanjian hutang piutang dengan saksi korban," paparnya.
Ditambahkan Dede Setiawan, S.H, hal tersebut didasari dengan merujuk pada yurisprudensi Mahkamah Agung dan Pasal 19 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang menyebutkan.
“Pada Yurisprudensi tersebut sangatlah jelas, tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan, berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjiian utang piutang," tandasnya. (Rls)