Penulis : Dharma Setyawan (Genpi Lampung/Penggerak Sekolah Desa Payungi University)
Generasi Pesona Indonesia dideklarasikan pertama kali di Bandung tanggal 6 Agustus 2016. Genpi mengambil model komunitas Wonderful Lombok Sumbawa (WLS) yang lebih dahulu eksis dalam gerakan wisata di NTB. Nama Genpi lahir dari diskusi panjang yang sebelumnya ada pilihan nama seperti Genwin (generasi wonderful Indonesia) yang juga bisa diartikan generasi winner atau generasi pemenang.
Anggota Genpi terdiri dari aktivis media sosial, fotografer, videografer, blogger, dan mereka yang suka traveling. Sampai saat ini Genpi sudah menyebar ke 34 Provinsi. Pada tahun 2018 Genpi menjadi tamu istimewa rapat koordinasi Nasional pariwisata (rakornaspar) I 2018 di Nusa Dua Bali. 80 delegasi hadir membahas destinasi digital dan nomadic tourism. Ada 5 miniatur pasar Genpi yang dibawa ke rakernas yaitu Pasar Karetan Jawa Tengah, Pasar Tahura Lampung, Pasar Mangrove Batam, Pasar Kaki Langit Jogja dan Pasar Pancingan Lombok.
Sampai akhir tahun 2018 Genpi berhasil melaunching 68 destinasi digital yang sampai 2020 ini akhirnya hanya bertahan 13 destinasi digital. Apa yang membuat destinasi disatu tempat berhasil, dan di tempat lain gagal? Bagaimana Genpi telah berkontribusi mengubah wajah destinasi desa dan melakukan kolaborasi gerakan? Dua Pertanyaan ini penting agar Genpi dapat mengevaluasi dan mengembangkan gagasan baru dalam membangun destinasi wisata berbasis pemberdayaan masyarakat.
Desa dan Pemuda Sadar Wisata
Di Indonesia banyak sekali wilayah desa yang belum tersentuh oleh kreatifitas anak-anak muda berbasis pemberdayaan. Banyak sekali potensi wisata alam, budaya dan ruang kreatif yang perlu mendapat sentuhan tangan-tangan kreatif tapi bertanggungjawab terhadap lingkungan hidup. Jika sumber daya manusia belum mampu mengelola, yang terjadi adalah kerusakan alam akibat aktivitas pariwisata. Maka pemberdayaan pemuda desa adalah jalan panjang sebuah gerakan wisata agar memiliki dampak bagi warga sekitar, bukan sebaliknya malah menguntungkan pihak dari luar.
Komunitas Genpi dapat menjadi jembatan untuk mendampingi pemuda desa dalam memanajemen pengelolaan, mempromosikan dengan kreatiftas seni dan menjaga wisata agar tetap mempertahankan lingkungan hidup.
Para anggota Genpi tentu saja harus mendapat pelatihan secara berkala, selanjutnya mereka dikirim ke desa-desa untuk mengabdi dan bekerja bersama pemuda desa dalam gotong royong gerakan wisata.
Pemberdayaan SDM memang butuh kesabaran, ketekukan dan waktu yang tidak sebentar. Jika sekadar melaunching wisata Pemerintah saja cukup, tapi pemberdayaan terkait dengan kesadaran, saling memiliki, solidaritas, kreatifitas dan gerakan promosi tanpa henti. Desa dengan segala potensinya harus berani memberi ruang bagi anak muda untuk bergerak maksimal dan didampingi oleh berbagai pihak.
Pentahelix Wisata.
Dalam pentahelix ada 5 unsur yaitu akademisi, bussiness, community, geverment dan media. Genpi selama ini dominan pada dua unsur yaitu community dan media. Jika kita membahas media, jelas Genpi beranggotakan para pegiat media mulai dari penggerak media sosial, fotografer, videografer, youtuber, dan lainnya. Namun jika bicara community, lebih jauh Genpi memiliki tantangan untuk memastikan sustainable gerakan.
Komunitas Genpi meskipun masuk dalam dua unsur tapi Genpi dapat berkolaborasi untuk dapat bergerak bersama tiga unsur lainnya. Kita membahas soal komunitas berkelanjutan. Sebagai organisasi baru, Genpi tidak bisa mengandalkan kesukarelaan semata. Anggota Genpi harus memiliki jenjang pelatihan organisasi secara berkala. Misal ada anggota Genpi Biasa, Madya, dan Prima. Keanggotaan diukur dari jenjang pelatihan, kontribusi gerakan wisata dan kesadaran membesarkan Genpi lebih luas.
Ideologisasi ini penting dalam merumuskan Genpi sebagai komunitas yang dapat membekali anggotanya dengan 3 pengetahuan wajib yaitu promosi destinasi, pengelolaan wisata dan pemberdayaan masyarakat. Maka secara berjenjang Genpi akan bertransformasi menjadi gerakan yang membutuhkan 3 unsur lain yaitu akademisi (pengetahuan) sebagai basis kesadaran, bussiness (bisnis) sebagai kemandirian keuangan usaha komunitas, dan ketiga goverment (saya lebih senang menyebut hal ini tata kelola organisasi).
Pemerintah jika berkolaborasi dengan komunitas yang anggotanya memiliki skill memadai, akan sangat terbantu untuk melakukan akselerasi gerakan wisata. SDM Genpi yang masih muda-muda kelak juga sangat mungkin mengisi 3 unsur tersebut yaitu menjadi akademisi, pebisnis, dan aparat pemerintah. Di umur Genpi yang masih muda fokus pengembangan pentahelix pariwisata tidak menjadi akhir dari gerakan. Gagasan-gagasan dan tantangan dimasa depan bisa jadi lebih kompleks. Maka Genpi harus terus belajar dan beradaptasi dengan perubahan itu sendiri.