Hal senada diungkapkan Aris yang tinggal bersebelahan dengan Hendra. Ia lebih beruntung karena dataran tanah rumahnya lebih tinggi dibandingkan tetangganya itu. Namun tetap saja, jika masuk musim penghujan, rasa waa-was menghantui. Apalagi jika sedang tidak di rumah, keluarga menjadi kekhawatiran tersendiri. "Kami sehari-hari nyopir, kalau lagi gak di rumah pas hujan itu kita bingung. Kami berharap ada solusi dan perhatian dari pemerintah," tegasnya.
Sementara itu, mendengar keluhan warga tersebut, Mufti mengaku ada dua langkah yang akan diambil. Pertama adalah normalisasi semua aliran air baik itu sungai, tersier, atau pun aliran air limbah warga. Setelah normalisasi dilakukan dan ternyata masih banjir, Mufti menawarkan solusi kedua, yakni tempat tinggal yang lebih layak dan bisa dimiliki warga dengan cara yang tidak membebani atau disesuaikan kemampuan keungan warga.
"Apalagi ini tanah pemerintah kan, maka selamanya tidak akan bisa dimiliki. Jaminan masa depan kita dan keluarga tidak terjamin. Sewaktu-waktu pemerintah ingin memanfaatkannya, kita harus angkat kaki. Maka solusi kedua menjadi alternatif, tapi nanti akan kita kaji dulu daerah dan nilai yang memungkinkan untuk dimiliki," tegasnya sambil duduk lesehan di teras rumah warga.Solusi kedua itu sekaligus memecahkan masalah kekumuhan yang terjadi di sekitar aliran sungai. Ada pula beberapa warga yang mengeluhkan di PHK oleh perusahaan akibat Covid 19 ini yang berimbas pada ekonomi perusahaan. Mufti menjelaskan, keluhan serupa sudah banyak dan itulah yang menjadi prioritas saat ini dengan program Suka Sate yang akan membuka sedikitnya 22 ribu lapangan kerja baru untuk warga Metro. (Devi)